Saat orang lain meminta untuk mendefinisikan siapa diri ini, saat itu hal yang paling utama harus ku sampaikan aku adalah perempuan. Bicara mengenai perempuan saat itu pula yang pasti terlintas dalam benak dirimu ialah “Feminisme, Gender dan Patriarki”. Budaya patriarki jika dilihat dari perspektif perempuan muda seringkali menjadi sebuah realita masalah.
Perempuan muda yang terjebak dalam budaya seringkali merasa terhambat dalam mengejar impian dan aspirasi mereka. Mereka juga menghadapi tekanan sosial untuk mematuhi norma-norma gender yang telah terbentuk dalam masyarakat. Hal ini menghambat mereka dalam menentukan pilihan karir atau pendidikan, hak untuk mengambil keputusan atas kehidupan mereka sendiri.
Bahkan hak untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas sehingga menyebabkan timbulnya perasaan termarjinalkan dalam berbagai situasi.
52% populasi di dunia adalah perempuan , tetapi sebagian besar posisi kekuasaan dan prestise di tempati laki – laki, Namun, seiring dengan berkembangnya pemahaman mereka terkait dampak negatif dari melekatnya budaya patriarki ini, mereka mulai berjalan pelan-pelan untuk melakukan perubahan dalam budaya ini.
Perempuan muda dapat menjadi agen perubahan dalam upaya melawan budaya patriarki. Mereka aktif mencari cara untuk mengatasi ketimpangan gender dan mempromosikan kesetaraan. Hal ini dilakukan melalui berbagai bentuk dukungan terhadap gerakan feminisme. Berpartisipasi dalam advokasi hak-hak perempuan, dan memecahkan stereotip gender melalui proses aktualisasi diri dalam berbagai bidang.
Namun tak jarang saat perempuan berupaya aktif di dalam ranah publik ,seperti berbisnis mereka di anggap tidak mampu , ide – ide yang mereka sampaikan di anggap tidak rasional di bandingkan laki – laki. Jika perempuan terlalu aktif di dalam ranah publik seringkali di anggap akan membuat sebuah keluarga menjadi disharmonis, padahal yang menjadikan keluarga harmonis ataupun tidak merupakan tanggung jawab antara laki –laki dan perempuan , bukan salah satu gender saja.
Perlu ku sampaikan jika kita melihat sesuatu secara berulang –ulang maka sesuatu itu akan menjadi normal, saat kita melakukan sesuatu secara berulang –ulang maka itupun akan menjadi nornal, dan jika kita terbiasa melihat laki - laki yang menjadi pemimpin di perusahaan , maka saat itu pula yang kita tanamkan dalam pikiran bahwasaan pemimpin perusahaan harulah laki –laki.
Kontruksi masyarakat terhadap perempuan , seperti “perempuan boleh berambisi tetapi jangan terlalu tinggi, kau boleh berupaya untuk sukses tetapi jangan terlalu sukses” dan jika tidak kau akan menjadi ancaman bagi laki – laki, namun bagaimana para perempuan mempertayakan premis ini “mengapa kesuksesan perempuan menjadi ancaman bagi laki – laki” bagaimana jika kita semua hilangkan saja pemikiran seperti ini , agar kita sama - sama menjalani apa yang semestinya bukan seharusnya. Dimana antara laki – laki dan perempuan harus memiliki kesempatan yang sama.
Yang lebih penting dari sikap kita adalah pola pikir kita terhadap ini semua, menjadi muda dan perempuan di tengah kemajuan teknologi, Budaya patriarki yang melanggeng dan bertahan hingga saat ini menjadi suatu realita yang dianggap sebagai norma dan diterima oleh masyarakat sebagai hal yang lumrah. Kondisi ini menciptakan konsep hegemoni yang menimbulkan relasi kuasa yang terjadi tanpa adanya paksaan.
Di mana pihak yang kurang berkuasa menerima ketimpangan kekuasaan secara sukarela. Hal ini juga menunjukkan bahwa budaya patriarki tidak hanya sebatas eksis, melainkan telah menjadi bagian integral dari dinamika sosial yang sedang berlangsung.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pendidikan tinggi, maka jumlah perempuan muda yang mengenyam pendidikan tinggi juga turut meningkat. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) selama tahun 2020 hingga 2022 menunjukkan bahwa persentase perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi lebih banyak dibandingkan laki-laki. Pada tahun 2020 persentase perempuan yang mengenyam jenjang pendidikan tinggi mencapai 32,21% sementara laki-laki sebesar 29,55%, pada tahun 2021 persentase perempuan sebesar 33,42 sementara laki-laki sebesar 29%, dan pada tahun 2022 persentase perempuan sebesar 33,55% sementara laki-laki sebesar 28,91%.
Berdasarkan data tersebut, dapat kita amati bahwa persentase untuk perempuan semakin meningkat dari tahun ke tahun, sementara persentase laki-laki justru semakin menurun. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan muda cenderung semakin aware akan pentingnya pendidikan tinggi untuk dapat mencapai potensi terbaik mereka. Mereka meyakini bahwa kampus dapat menjadi tempat bagi mereka untuk mengaktualisasikan diri. Tidak hanya mendalami bidang keilmuan yang mereka tekuni, melainkan juga menjadi tempat untuk melakukan uji coba eksperimen sosial.
Kegiatan-kegiatan eksperimen sosial merupakan kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan interaksi sosial antar manusia dalam kegiatan mereka sehari-hari. Di lingkungan kampus, kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara bergabung di beberapa organisasi. Seperti unit kegiatan mahasiswa, organisasi mahasiswa, atau komunitas-komunitas tertentu.
Sebagai laboratorium eksperimen sosial, kampus berperan sebagai sarana bagi mahasiswa. Tak terkecuali perempuan muda untuk mengadvokasi konsep-konsep kesetaraan gender dan feminisme. Mereka juga dapat melakukan penelitian mengenai isu-isu gender, mengadopsi kebijakan yang lebih inklusif. Menciptakan budaya kehidupan kampus yang mendukung kesetaraan, serta menyediakan ruang aman bagi mahasiswa. Secara keseluruhan, proses perempuan muda dalam mengaktualisasi diri dan melakukan eksperimen sosial di lingkungan kampus akan mendorong mereka dalam melakukan perubahan menuju masyarakat yang lebih inklusif dan setara.
Proses ini memungkinkan mereka untuk mengekspresikan identitas dan aspirasi mereka tanpa hambatan patriarki. Hal ini menciptakan efek domino yang merembet ke dalam masyarakat secara lebih luas. Mereka dapat menggabungkan teori dengan praktik, menguji inisiatif kesetaraan gender dalam konteks nyata, dan mengukur dampaknya. Dengan demikian, perempuan muda yang aktif di kampus memiliki peluang memiliki keterampilan, pengalaman, dan wawasan yang diperlukan untuk membantu menepis belenggu budaya patriarki.
“gender penting dimana saja di dunia ini dan mulai hari ini saya ingin supaya kita semua mulai bermimpi dan merencanakan dunia yang berbeda. Dunia yang lebih adil dunia dimana lelaki akan lebih bahagia dan perempuan juga akan lebih bahagia”
Penulis : Melsa Mendyana
Asal : Komisariat Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi – HMI Cabang Ciputat
Editor : Aconk Kupluk
FOLLOW THE INFONEWS WEB | Amanah Aspirasi Rakyat AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow INFONEWS WEB | Amanah Aspirasi Rakyat on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram