Sebut saja E, seorang pria yang awalnya mengaku sebagai orang tua sambung CA belakangan diketahui E hanyalah "kekasih" tanpa status dari ibu CA. Dalam kasus ini, E memiliki peran yang signifikan, mulai dari pelaporan hingga mediasi, padahal konteksnya dimata hukum E bukanlah siapa-siapa, tapi mengapa peran E begitu mendominasi?
Alih-alih ingin melanjutkan proses hukum hingga ke tahap pengadilan, E malah "masuk angin" karena diduga menerima suap dari pihak terlapor ASR.
Dugaan sementara dari informasi yang kami kumpulkan, E menerima uang senilai 20jt rupiah dari pihak terlapor yang menyangka E adalah ayah sah dari CA, korban pemukulan. Uang tersebut diterima E dalam sebuah map coklat yang mana sempat didokumentasikan melalui video singkat terdengar dalam percakapan tersebut (diduga) terlapor ASR berbicara kepada E dengan bahasa (kurang-lebih) "ini uang yang sesuai dibicarakan bapak, sisanya nanti....".
Tak lama kemudian, informasi yang kami terima CA mencabut laporannya sepihak, beredar sebuah foto "kwitansi" tertanggal 8 februari 2025 yang isinya penyerahan uang dari terlapor kepada korban sebesar 15 juta rupiah dengan keterangan, pengobatan, tali kasih dan PENCABUTAN LAPORAN ? kwitansi tersebut lucunya ditandatangani sendiri oleh terlapor diatas materai, disaksikan dan ditanda-tangani juga oleh korban CA serta ibunya, S. Sebagai catatan, pihak korban melakukan proses damai tersebut tanpa didampingi oleh kuasa hukum yang resmi ditunjuk diawal (dengan surat kuasa) untuk mendampingi kasusnya yaitu Rahmat Aminudin, SH.,MH & Patners.
Simpang siur tentang kasus ini semakin kental, tak jelas kemana ujungnya. Bisa-bisanya pihak korban melakukan mediasi tanpa diketahui oleh kuasa hukum sebagai penerima kuasa lalu berakhir "DAMAI"?
Kuat dugaan, E (kekasih ibu korban -red) mempengaruhi pihak CA untuk damai, diduga E mempengaruhi pihak korban karena telah menerima sejumlah uang (yang kami asumsikan sebagai suap) diserahkan kepadanya, sehingga CA mencabut laporannya secara "sepihak" tanpa diketahui kuasa hukumnya. Kasus tersebut dilaporkan CA dan kuasa hukumnya pada 11 Januari 2025, beberapa minggu setelah kejadian yakni pada tanggal 19 Desember 2024.
Kita ketahui terkait surat kuasa pasal 183-1814 KUH Perdata terdapat pengecualian penarikan surat kuasa yang mana "pemberi kuasa hanya dapat mencabut/menarik kuasa jika penerima kuasa melanggar syarat dan ketentuan terkait urusan yang dikuasakan yang telah disetujui bersama", artinya, pemberi kuasa tidak serta merta melakukan pencabutan kuasa secara sepihak tanpa ada alasan yang melanggar hukum oleh dipenerima kuasa.
Kepada pihak Polres Purwakarta, kami selaku sosial kontrol berharap agar kasus ini berjalan semestinya tanpa ada doktrin dari pihak manapun, tegakkan keadilan seadil-adilnya sehingga tidak ada lagi pihak yang bermain-main dengan hukum.
(Red)
Social Footer