Kebijakan Kementerian BKKBN terkait penempatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di berbagai daerah dinilai semakin bermasalah dan jauh dari semangat Asta Cita Presiden Prabowo-Gibran. Alih-alih memperkuat pelayanan publik, kebijakan ini justru memicu keresahan di kalangan petugas penyuluh KB yang menjadi ujung tombak program keluarga berencana di lapangan.
Ironisnya, kebijakan penempatan tersebut sangat bertolak belakang dengan Program Quick Win yang dicanangkan BKKBN sendiri. Program ini digembar-gemborkan sebagai langkah prioritas untuk mempercepat pembangunan kependudukan dan keluarga berencana dengan lima program unggulan: Gerakan Orangtua Asuh Cegah Stunting (GENTING), Taman Asuh Sayang Anak (TAMASYA), Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), Lansia Berdaya (SIDAYA), dan Super Apps tentang Keluarga.
Namun, kenyataan di lapangan jauh dari klaim manis tersebut. Para petugas penyuluh KB yang seharusnya menjadi motor penggerak justru harus berjuang dengan kondisi yang memprihatinkan. Penempatan yang tidak sesuai domisili membuat mereka terpaksa hidup terpisah dari keluarga, memikul beban psikologis dan ekonomi yang berat.
“Bagaimana kami bisa menjalankan tugas dengan maksimal kalau kami sendiri dilanda masalah akibat penempatan yang tidak manusiawi ini? Ini jelas merusak semangat kerja dan bertolak belakang dengan misi pembangunan SDM yang mereka gaungkan,” keluh salah seorang petugas KB yang enggan disebutkan namanya.
Ia menegaskan bahwa kondisi ini tidak hanya menyulitkan petugas secara pribadi, tetapi juga mengancam efektivitas program-program BKKBN yang berorientasi pada keluarga. “Lucu sekali, mereka bicara tentang penguatan keluarga, tapi petugasnya justru dihancurkan keluarganya karena kebijakan semrawut ini,” tambahnya tajam.
Petugas tersebut berharap Presiden Prabowo segera turun tangan untuk memperbaiki kekacauan ini. Ia juga menuntut agar Kementerian BKKBN segera memberikan diskresi agar PPPK petugas lapangan KB dapat dimutasi ke daerah asal mereka, demi efektivitas kerja yang lebih baik. “Ini juga sudah menjadi perhatian Komisi IX DPR RI dalam rapat dengar pendapat bulan lalu. Masak pemerintah tutup mata terus?” tegasnya.
Kritik keras ini mencerminkan betapa mendesaknya reformasi dalam kebijakan penempatan pegawai BKKBN, agar program besar seperti Indonesia Emas 2045 tidak hanya sekadar slogan kosong.(Db)
Social Footer